Kamis, 10 September 2015

LAPORAN NERACA (5) - ASET - Total Aset dan Return on Total Assets

Total dari Aset Lancar dan Aset Tidak Lancar adalah Total Aset. Total aset ini akan sama dengan jumlah dari total kewajiban dan modal. Total aset sangat penting untuk mengetahui seberapa efisien perusahaan menggunakan asetnya. Untuk mengukur hal tersebut, para analis biasanya menggunakan rasio return on asset. Didapatkan dengan membagi laba bersih perusahaan pada laporan rugi laba dengan total aset.

Para analis berpandangan semakin tinggi RoA akan semakin baik. Tapi sesungguhnya ada sudut pandang lain yang dapat kita lihat dari total aset yang saya rasa lebih penting daripada hanya sekedar melihat RoA nya. Apa itu? Modal atau total aset itu sendiri. Sebenarnya capital selalu menjadi penghalang untuk masuk dalam suatu industri tertentu dan salah satu yang dapat membantu sebuah perusahaan mempertahankan keunggulan kompetitifnya bertahan lama adalah biaya atau perolehan total aset tersebut yang dibutuhkan perusahaan yang ingin masuk ke industri yang sama. Coca-Cola memiliki $43 Milyar pada total aset, dan ROA nya 12%. P&G memiliki total aset $143 Milyar dan ROA 7%. Moody's hanya memiliki $1,7 Milyar total aset dan memiliki ROA 43%.

Semakin tinggi ROA sebenarnya mengindikasikan keunggulan kompetitif perusahaan tersebut rentan untuk dapat bertahan lama. Kalau melihat data di atas, diperlukan uang sebanyak $143 Milyar untuk membangun sebuah industri seperti P&G, yang sangat sulit untuk dapat terjadi pendatang baru masuk pada industri tersebut. Tapi untuk membuat sebuah perusahaan seperti Moody's, hanya membutuhkan biaya yang lebih rendah untuk masuk ke bisnis tersebut. 

Poin penting di sini adalah terkadang lebih dapat berarti kurang untuk jangka panjang.

Rabu, 09 September 2015

LAPORAN NERACA (4) - ASET - Aset Tidak Lancar - Aset Tetap



Aset tetap perusahaan berisi properti perusahaan seperti bangunan, pabrik, peralatan, perlengkapan, dan properti-properti lainnya. Nilai yang tertera adalah harga pembeliaannya yang dikurangkan dengan akumulasi depresiasi. Depresiasi adalah penyusutan aset. Setiap peralatan, perlengkapan, bangunan yang dimiliki perusahaan memiliki masa pakai atau umur yang akan mengurangkan sedikit demi sedikit setiap tahunnya nilai dari aset perusahaan tersebut sampai masa pakainya habis.

Perusahaan yang tidak memiliki keunggulan kompetisi dalam jangka waktu yang panjang akan selalu menghadapi persaingan. Yang artinya mereka akan secara konsisten melakukan udpate terhadap fasilitas pabrik untuk mencoba tetap selalu komptitif, walau sebenarnya peralatan pabrik tersebut belum habis masa pakainya. Ini tentu saja akan meningkatkan pengeluaran perusahaan dan terus menambah total aset tetap pada laporan neraca.

Perusahaan yang memiliki keunggulan komptitif jangka panjang tidak perlu secara konstan mengupgrade pabrik mereka untuk tetap kompetitif. Contoh perusahaan permen karet Wrigley. Mereka membuat permen karet dan tidak mengupdate pabrik dan perlatannya sampai masa pakai mesin dan peralatan tersebut habis dan usang.

Jadi, perusahaan dengan keunggulan kompetitif yang kita cari mengganti mesin dan peralatan karena memang masa pakainya sudah habis atau sudah tidak produktif lagi. Sedangkan perusahaan yang tidak memiliki keunggulan, perlu selalu mengupdate mesin, perlatannya hanya untuk menjaga agar produk dan jasanya tetap komptitif di pasar. Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif akan dapat membiayai sendiri pembaharuan pabrik dan peralatannya. Sedangkan perusahaan yang tidak memiliki keunggulan kompetitif akan membebankannya kepada hutang untuk secara konsisten untuk terus mengupdate pabriknya. 

Kita lihat perbandingan contoh perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif dan tidak. Wrigley pada tahun 2007 memiliki pabrik dan perlengkapannya senilai $1,4 Milyar dan memiliki hutang sebesar $1 Milyar. Membukukan sekitar $500 Juta pertahun. Bandingkan dengan GM pada tahun yang sama, memiliki pabrik dan perlengkapannya senilai $56 Milyar, dan memiliki hutang senilai $40 Milyar, dan dalam 2 tahun terakhir mengalami kerugian.

Permen karet adalah produk yang tidak mengalami perubahan terlalu banyak dan brand Wrigley menghasilkan keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing pada industrinya. Sedangkan GM harus berhadapan dengan banyak perusahaan otomotif dunia dan produknya harus mengalami update dan redesign agar dapat selalu bersaing dengan pesaingnya. Ini artinya GM harus selalu secara regular mengubah pabriknya untuk menghasilkan produk baru atau produk redesign.

Membuat permen karet jauh lebih menghasilkan profit daripada membuat mobil bagi shareholdernya. Coba perhatikan ini : $100.000 invest di Wrigley pada tahun 1990 akan bernilai $547.000 pada tahun 2008. Tapi berinvestasi $100.000 pada GM akan bernilai $97.000 pada tahun 2008. Ada perbedaan $460.000 lebih menghasilkan berinvestasi pada Wrigley.

Warren Buffett pernah berkata perusahaan yang menghasilkan produk secara konsisten tanpa harus banyak perubahan akan menghasilkan profit yang konsisten. Produk yang konsisten maksudnya produk tersebut tidak membutuhkan uang yang banyak untuk mengupgrade pabrik hanya untuk dapat bersaing kompetitif di pasar. Untuk menjadi kaya, pertama kita harus menghasilkan uang, uang yang banyak. Salah satu cara untuk menghasilkan uang yang banyak adalah dengan tidak menghabiskan banyak uang untuk menghasilkannya.

Selasa, 08 September 2015

LAPORAN NERACA (3) - ASET - Aset Lancar - Piutang Usaha, Biaya Dibayar Dimuka, Total Aset Lancar


Ketika perusahaan menjual produknya kepada pembeli, maka pembeli dapat membayar langsung secara tunai atau dengan term pembeliaan pembayaran mundur 30 hari setelah barang diterima pembeli. Banyak sekali term pembeliaan dalam dunia usaha, yang tidak akan saya jelaskan satu persatu di sini. Pada saat pembeli membayar dalam jangka waktu tertentu, maka pada perusahaan dicatat sebagai Piutang Usaha. Pada laporan keuangan biasanya dibuat Piutang Usaha, netto. Netto disini maksudnya Piutang Usaha tersebut dikurangkan dengan estimasi perkiraan Piutang usaha tersebut tidak terbayar karena adanya pembeli yang tidak dapat membayar hutang usahanya.

Piutang usaha, netto jika berdiri sendiri tidak banyak memberikan kita informasi mengenai perusahaan tersebut apakah memiliki keunggulan kompetitif atau tidak. Tapi data ini dapat memberikan informasi kepada kita perbedaan perusahaan pada industri sejenis yang kompetitif. Pada industri yang sangat kompetitif, beberapa perusahaan akan memberikan pelayanan kepada pembeli dengan term pembayaran yang sangat panjang, bahkan bisa sampai 120 hari. Hal ini akan membuat meningkatnya penjualan, yang akan diikuti dengan meningkatnya piutang usaha. Jika perusahaan menunjukkan rasio yang lebih rendah dari piutang usaha dibandingkan penjualan kotor terhadap perusahaan sejenis pada industri yang sama, kemungkinan besar perusahaan tersebut memiliki sesuatu yang tidak dimiliki perusahaan lainnya pada industri tersebut. Tentu saja hal tersebut merupakan keunggulan perusahaan tersebut dalam jangka panjang.

Untuk Biaya dibayar di muka dan aset lancar lainnya tidak akan kita bahas lebih jauh karena tidak banyak memberikan informasi untuk kita analisa lebih lanjut.

Seluruh aset lancar yang sudah kita bahas sebelumnya hingga hari ini, dinamakan total aset lancar. Angka total aset lancar ini sangat penting. Banyak analis yang menggunakan angka tersebut dan mengurangkannya dengan total hutang lancar. Tujuannya untuk mengetahui apakah perusahaan mempunyai aset lancar yang cukup untuk memenuhi hutang lancarnya. Para analis juga biasanya mengembangkannya dengan menghitung rasio antara aset lancar dengan hutang lancar. Jika angkanya lebih dari 1, maka menunjukkan aset lancar lebih besar daripada hutang lancar, yang artinya bagus. Sedangkan kebalikannya jika kurang dari 1 adalah jelek.

Tetapi ada hal yang menarik, perusahaan-perusahaan dengan keunggulan kompetitif jangka panjang yang dimiliki oleh Warren Buffett kebanyakan memiliki rasio dibawah 1. Moody's berada pada ratio 0.64, Coca-Cola 0.95, P&G 0.82. Yang mana jika kita menggunakan sudut pandang para analis keuangan, perusahaan tersebut akan kesulitan membayar hutang jangka pendeknya. Tapi apa yang sebenarnya terjadi, bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki laba bersih yang sangat luar biasa. Kekuatan laba bersih mereka akan membuat perusahaan tersebut memiliki banyak cara untuk membayar kewajiban jangka pendek mereka. 

Laba bersih mereka yang luar biasa membuat perusahaan-perusahaan ini dapat membagikan deviden yang besar atau bahkan melakukan buyback sahamnya. Hal inilah yang terkadang membuat perusahaan-perusahaan ini memiliki aset lancar yang rasionya dibawah 1 terhadap hutang atau kewajiban lancar mereka. Tetapi selama laba bersih perusahaan tersebut konsisten powerful, maka kita tidak perlu khawatir dengan rasio tersebut. 

Pembahasan kita mengenai Laporan Neraca, bagian Aset Lancar telah selesai. Pada kesempatan berikutnya kita akan membahas mengenai Aset Tidak Lancar pada bagian Aset Laporan Neraca. Sampai jumpa.

Senin, 07 September 2015

LAPORAN NERACA (2) - ASET - Aset Lancar - Persediaan


Persediaan adalah produk perusahaan yang sudah berada di gudang dan siap untuk dijual kepada customer. Karena laporan neraca adalah laporan yang spesifik pada satu hari tertentu, maka nilai persediaan pada neraca adalah nilai persediaan perusahaan pada tanggal tersebut.

Pada sebagian besar bisnis, persediaan yang terlalu besar dapat menimbulkan resiko, karena persediaannya bisa menjadi usang, ketinggalan jaman, atau expired. Contohnya adalah perusahaan elektronik, dimana hampir setiap tahun muncul generasi terbaru dengan fitur dan spesifikasi yang lebih baik lagi. Persediaan dalam jumlah besar tentu akan merugikan perusahaan tersebut, karena persediaan yang sudah ketinggalan jaman akan susah dikonversi menjadi uang dengan penjualan biasa. 

Tetapi seperti pada diskusi kita sebelumnya, bahwa perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif jangka panjang memiliki keuntungan, barang yang mereka produksi dan jual biasanya tidak pernah berubah atau minim perubahan sepanjang jaman. Sehingga persediaan mereka jarang menjadi usang atau ketinggalan jaman. 

Untuk mengidentifikasi perusahaan yang kita cari dari segi laporan persediaannya pada neraca, maka kita akan membandingkan kenaikan persediaan dengan kenaikan net earnings. Kenaikan persediaan harus memiliki korespondensi dengan kenaikan laba bersih. Apa artinya? Ini mengindikasikan bahwa perusahaan menghasilkan laba dari menjual produknya. Peningkatan laba bersih perusahaan berasal dari peningkatan penjualan perusahaan, maka dengan peningkatan penjualan tersebut, tingkat persediaan perusahaan juga harus ditingkatkan agar perusahaan dapat memenuhi permintaan tepat waktu.

Hati-hati terhadap perusahaan yang tingkat persediaannya tidak stabil, dalam tahun tertentu meningkat banyak, dan tahun tertentu berikutnya turun drastis. Perusahaan seperti itu tidak akan kita lihat lebih jauh.

Kembali konsistensi menjadi kata kuncinya. Mari kita cari laporan KLBF tujuh hingga sepuluh tahun kebelakang, apakah memiliki kenaikan/penurunan persediaan yang sejalan dengan kenaikan/penurunan laba bersih? Apakah hal tersebut berlangsung secara konsisten?

Note : saya menggunakan KLBF hanya sebagai contoh, karena laporan keuangannya memudahkan untuk penjelasan yang saya berikan. Bukan berarti saya mengajak untuk membeli saham tersebut. Anda semua harus bijak dan meneliti kembali laporan keuangan KLBF tersebut sebelum berinvestasi. Saya sebagai penulis saat ini dan dalam waktu 5 x 24 jam ke depan tidak memiliki saham KLBF. 

Semoga bermanfaat. Have a nice day.

Jumat, 04 September 2015

LAPORAN NERACA (1) - ASET - Aset Lancar - Kas dan Setara Kas

Contoh Neraca - Kelompok Aset

Bagian pertama dari Neraca adalah kelompok Aset. Di sini tempat semua kekayaan perusahaan dicatat seperti kas, pabrik, peralatan, patent, dan lain-lain yang digunakan perusahaan untuk membuat kekayaannya. 

Kelompok Aset sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Aset Lancar dan Aset Tidak Lancar. Pembagian kedua kelompok aset ini berdasarkan likuiditas (seberapa cepat mereka dapat berubah menjadi uang atau kas) masing-masing aset. Aset lancar biasanya berisi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang usaha, persediaan, dan aset lainnya yang sifatnya likuid, atau bisa dirubah menjadi uang dengan cepat (dalam satu tahun atau kurang). Sedangkan yang termasuk aset tidak lancar adalah peralatan dan bangunan, investasi jangka panjang, paten, goodwill, aset tidak berwujud, amortisasi, dan aset-aset lainnya yang sifatnya tidak likuid.

Sekarang kita akan membahas bagian aset lancar pada umumnya dan nanti akan membahas kas dan setara kas pada khususnya.

Aset lancar biasa disebut juga dengan "working aseets" dari sebuah bisnis karena siklusnya. Kas digunakan untuk membeli invnetory, inventory kemudian dijual kepada customer dan vendor menjadi piutang usaha. Ketika piutang usaha ditagih dari vendor dan customer akan kembali menjadi kas. Kas --> Persediaan --> Piutang Usaha --> Kas. Siklus ini berulang terus menerus dan menunjukkan bagaimana perusahaan membuat uangnya. Economic nature dari sebuah bisnis akan terlihat dari siklus aset lancar ini, sama seperti laporan rugi/laba. Kita dapat mengetahui perusahaan memiliki keunggulan kompetitif atau tidak. Maka, mari kita lihat satu-persatu komponen aset lancar ini untuk mengetahuinya.

Kesempatan ini kita membahas mengenai Kas dan setasa kas. Yang pertama kita lihat adalah seberapa banyak kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan. Kas dan setara kas seperti namanya berisi yang kas / cash dan yang setara dengan kas seperti deposito jangka pendek, dan aset dengan likuiditas sangat tinggi. Kas dan setara kas yang tinggi memberikan kita dua inputan, pertama bahwa perusahaan memiliki keunggulan kompeititf sehingga menghasilkan banyak sekali uang kas - yang mana tentu ini perusahaan yang kita cari. Atau yang kedua, perusahaan baru saja menjual bagian bisnisnya atau menjual obligasi, yang mana tetnu saja ini pertanda yang kurang baik. Sedangkan perusahaan dengan kas dan setara kas yang sedikit, menunjukkan perusahaan adalah perusahaan menengah saja. 

Perusahaan secara umum akan menjaga kasnya untuk mendukung kegiatan operasional. Bayangkan jika ada perusahaan yang memiliki kas sangat besar, lebih besar daripada pengeluarannya, dan kas semakin lama semakin menumpuk dan menimbulkan problem baru, mau diapakan uang kas ini? Tentu saja problem ini adalah problem yang baik bagi perusahaan.

Semenjak kas memiliki tingkat pengembalian yang rendah dalam bentuk tabungan ataupun deposito, akan lebih baik jika kas tersebut dikembalikan lagi kepada operasi bisnis atau investasi yang memberikan tingkat pengembalian atau bunga yang lebih tinggi. Sebagai contoh, mana yang lebih anda pilih? Bunga deposito yang sekarang berkisar 5 - 6% per tahun atau uang anda belikan sebuah apartemen atau properti yang dapat memberikan return 20% setahun? Anda pasti akan memilih menggunakan uang anda untuk membeli apartemen. Sama seperti bisnis, uang kas terkumpul dan menumpuk dengan cepat, lebih cepat dari pada biaya operasional menghabiskannya. Menumpuk dan terus menumpuk, maka perusahaan harus menentukan, apa yang akan digunakan dengan uang tersebut? Secara umum, perusahaan biasanya akan menggunakan kelebihan uang kas untuk melebarkan usaha, membeli bisnis baru, atau menginvestasikan uangnya pada perusahaan joint venture, buyback sahamnya, serta membagikannya dalam bentuk deviden.

Perusahaan secara mendasar memiliki tiga cara untuk menciptakan kas yang menumpuk. Yang pertama dengan menjual obligasi atau saham kepada publik yang akan menciptakan uang kas yang sangat banyak bagi perusahaan sebelum digunakan. Yang kedua, perusahaan menjual bisnis atau bagian bisnisnya atau asetnya sehingga menghasilkan tumpukan uang pada kas perusahaan. Yang ketiga, perusahaan menghasilkan uang dari operasi bisnisnya dan menghasilkan uang jauh lebih besar daripada pengeluaran operaisonalnya. Dari ketiganya, tentu kita akan mencari perusahaan yang ketiga, yang menghasilkan uang selalu lebih besar daripada pengeluarannya dan terus menumpuk uang pada kasnya. Perusahaan seperti ini biasanya memiliki keunggulan kompetitif jangka panjang.

Pada saat-saat market atau bursa dengan krisis / crash, kita dapat melihat kas dan setara kas ini untuk mendapatkan ide apakah perusahaan akan bertahan melewati krisis atau tidak. Jika kita melihat perusahaan memiliki kas dan setara kas yang besar dan tidak atau sedikit saja hutang, perusahaan tersebut akan memiliki peluang yang besar untuk dapat melewati masa-masa sulit tersebut. Tapi jika perusahaan hanya memiliki sedikit kas serta memiliki timbunan hutang yang besar, bisa diibaratkan kondisinya seperti kapal yang bocor sedang berada di dalam badai. Bahkan manager terbaikpun tidak dapat menyelamatkan perusahaan tersebut. Cash is King when troubled times hit.

Tes simpel untuk melihat kas dan setara kas adalah dengan melihat pos ini dalam tujuh tahun kebelakang. Hal ini akan menunjukan kepada kita, apakah kas perusahaan berasal dari siklus operasional perusahaan atau kas besar hanya karena satu dua even seperti penjualan saham, obligasi, atau penjualan sebagian bisnis. Jika kita melihat perusahaan secara konsisten memiliki uang kas yang besar dengan sedikit atau tidak ada sama sekali hutang, tidak ada penjualan saham atau aset, dan kita melihat secara konsisten perusahaan menghasilkan pertumbuhan earning, maka kemungkinan besar kita melihat perusahaan dengan keunggulan komptitif jangka panjang yang akan memberikan kita keuntungan yang besar terhadap investasi kita jika membeli sahamnya dan menyimpannya dalam jangka panjang. 

Kamis, 03 September 2015

LAPORAN NERACA - Gambaran Umum

Mengapa laporan neraca penting juga dilihat untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan memiliki keunggulan kompetitif jangka panjang atau tidak? Karena pada laporan neraca ini kita dapat melihat berapa banyak aset yang dimiliki perusahaan - baik kas maupun properti - dan berapa banyak uang dalam bentuk piutang dan hutang, baik dengan vendor maupun dengan bank.

Laporan neraca tidak seperti laporan rugi/laba. Jika pada laporan rugi/laba adalah laporan perusahaan pada satu set periode tertentu, misal satu tahun atau satu semester, maka laporan neraca adalah posisi keuangan perusahaan pada satu hari terntentu. Jadi laporan neraca bisa dikatakan snapshot keadaan finansial perusahaan pada hari laporan neraca tersebut dibuat. Biasanya dibuat pada tanggal 31 Desember atau tanggal terakhir masa laporan keuangan perusahaan.

Laporan neraca terbagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama adalah aset, yang terdiri dari banyak macam seperti kas, piutang, persediaan, bangunan, peralatan dan perlengkapan. Bagian kedua adalah hutang dan modal.

Pada bagian hutang, kita akan menemukan 2 kategori hutang, yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Hutang jangka pendek artinya hutang perusahaan yang jatuh tempo paling lama satu tahun. Yang termasuk kategori ini hutang usaha dan hutang jangka pendek. Sedangka hutang yang jatuh tempo lebih dari satu tahun masuk dalam kategori hutang jangka panjang. Contohnya hutang bank dan hutang obligasi.

Pada laporan neraca, bagian pertama harus sama dengan bagian kedua. Sehingga jika kita mengurangkan aset dengan hutang, maka kita akan menemukan nilai bersih dari bisnis tersebut, yang mana sama dengan jumlah modal perusahaan. Apa yang hendak kita cari dan analisa dari laporan neraca ini? Kita akan bahas satu persatu bagian dari neraca pada kesempatan berikutnya.


contoh neraca

Senin, 31 Agustus 2015

3 Sektor Usaha Yang Memiliki Prospek Bagus di Indonesia Yang Akan Datang

Jakarta -Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan sejarah perekonomian Indonesia selama 70 tahun, banyak pelajaran yang bisa didapat. Ia mencontohkan kejatuhan harga minyak dunia sudah pernah terjadi pada era 1980-an. 

Saat itu, harga minyak jatuh hingga di bawah level US$ 10 per barel. Indonesia yang saat itu mengandalkan ekspor minyak bumi sebagai sumber utama pendapatan negara cukup terpukul. Sedangkan saat ini harga minyak sudah turun dari beberapa tahun lalu yang mencapai US$ 100/barel menjadi US$ 40/barel.

"Sejarah mengajarkan kita harga minyak pernah di bawah US$ 10 per barel waktu tahun 1980-an. Waktu itu APBN kita tergantung pada PNBP migas, sampai kondisi memaksa kita melakukan perubahan," tutur Bambang dalam Seminar 'Perekonomian Indonesia dari Masa ke Masa' di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Setelah jatuhnya harga minyak dunia itu, Indonesia melakukan perubahan struktural dalam perekonomian. Negara tak lagi mengandalkan pemasukan dari minyak bumi, sektor pajak dan sektor riil dibenahi. Pajak dan industri manufaktur menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang baru.

"Yang terjadi saat itu perubahan struktural ekonomi, yakni pajak direvitalisasi karena APBN saat itu sangat bergantung pada PNBP migas. Sektor riil mulai dikembangkan karena harga minyak fluktuatif, maka harus didorong manufaktur," ujarnya.

Dengan adanya perubahan tersebut, perekonomian Indonesia bertumpu pada industri manufaktur yang padat karya pada era 1990-an sampai krisis menghantam pada 1998, industri padat karya pun terpukul. 

"Manufaktur menjadi tulang punggung ekonomi sampai 1998," tukasnya

Sesudah 1998, ekonomi Indonesia tidak lagi berbasis migas ataupun industri manufaktur, tapi berbasis komoditas. Harga batu bara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang menanjak membuat penerimaan negara dari komoditas amat dominan. 

"Sesudah recovery (setelah 1998), ekonomi kita berbasis komoditas, batu bara dan sawit. Harga batu bara dan sawit memang luar biasa waktu itu," paparnya.

Namun, sama halnya dengan minyak bumi, harga komoditas tidak stabil, ekonomi Indonesia terganggu ketika harga komoditas anjlok. "Sejarah mengingatkan kita lagi, harga komoditas tidak selamanya tinggi, tidak berbeda dengan minyak. Kita terlambat mengantisipasi," ucapnya.

Sekarang, Indonesia sudah tak bisa lagi mengandalkan migas, manufaktur padat karya, dan komoditas. Harga minyak dan komoditas makin tak menentu. Sedangkan di sektor manufaktur padat karya, kini kondisi perburuhannya sudah jauh berbeda, tidak bisa lagi mengandalkan upah buruh murah seperti di era Orde Baru.

Pasca jatuhnya harga komoditas, menurut Bambang, ada 3 sektor yang bisa menjadi tumpuan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Ketiga sektor ini diyakininya bisa membuat ekonomi Indonesia tetap tumbuh tinggi dalam beberapa tahun ke depan.

Pertama, adalah infrastruktur, dengan pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dilakukan pemerintah saat ini, bisnis infrastruktur menjadi amat menjanjikan. 
"Ekonomi kita akan diwarnai infrastruktur. Infrastruktur lebih sebagai bisnis dari pihak swasta," kata Bambang.

Kedua, industri pengolahan berbasis sumber daya alam. "Sawit itu masa depannya sangat bagus tapi harus diarahkan ke industri pengolahan. Kita juga masih punya karet, kakao, kayu, belum lagi perikanan. Kita kan nggak mau cuma jual ikan mentah, harus diolah, dikalengkan. Smelter, industri besi baja, dan sebagainya yang bahan bakunya dari Indonesia sendiri itu bisa jadi industri masa depan," kata Bambang.

Ketiga, sektor industri yang pasar di dalam negerinya sangat besar, misalnya elektronika dan otomotif. Dengan pasar di dalam negeri yang besar, biaya produksi barang-barang tersebut bisa mencapai skala ekonomi sehingga biaya produksinya rendah, daya saingnya pun menjadi tinggi. 

"Pengolahan makanan juga sudah bisa diekspor, misalnya instan noodle, karena (pasar) domestiknya kuat jadi bisa kirim ke luar negeri," cetusnya.

Bambang berharap situasi sulit ekonomi saat ini dapat memunculkan kebijakan baru yang memperbaiki struktur ekonomi Indonesia sehingga menjadi lebih kuat. 

"Sejarah mengajarkan kita dalam kondisi jelek biasanya akan muncul kebijakan bagus. Kita harus mencari acuan kebijakan ke depan, jangan ambil kebijakan yang dampaknya jangka pendek," tutupnya.

sumber : detik.com

LAPORAN RUGI / LABA (7) - Earning Per Share atau Laba Per Saham

Hai teman-teman, apa kabar. Semoga lebih fresh setelah menikmati weekend kemarin. Hari ini kita akan meneruskan belajar membaca laporan keuangan untuk menjadi filter kita sebelum menginvestasikan uang kita pada sebuah perusahaan tertentu dengan membeli sahamnya. Kali ini kita akan membahas komponen terakhir dari sebuah Laporan Rugi/Laba, yaitu Laba Per Saham atau biasa disebut Earnings Per Share (EPS). Setelah ini kita akan membedah laporan keuangan yang lain yaitu Neraca. Nah, apa yang akan kita lihat dan harus dimiliki perusahaan kita untuk EPS ini?

Sebelumnya mari kita mencari tahu dulu bagaimana cara menghitung EPS. EPS didapat dari membagi laba bersih perusahaan dengan jumlah saham yang beredar. Sebagai contoh, jika perusahaan membukukan laba bersih tahun 2014 sebesar 10 Milyar Rupiah dan jumlah saham yang beredar adalah 100 juta lebar, maka EPS nya adalah Rp 100 per lembar.

Kita tidak akan menemukan arti apa-apa hanya dengan melihat satu periode atau satu tahun EPS. Untuk menemukan perusahaan dengan keunggulan kompetitif jangka panjang kita perlu melihat minimal sepuluh tahun kebelakang. Apa yang kita cari? Kita mencari 10 periode atau 10 tahun EPS yang menunjukan konsistensi tren meningkat. Gambarannya seperti ini :

     Tahun          EPS
2014 120
2013 105
2012 85
2011 70
2010 65
2009 55
2008 50
2007 45
2006 36
2005 30

Contoh di atas menunjukkan perusahaan memiliki EPS yang konsisten memiliki tren meningkat dalam jangka panjang. Hal ini memberikan tanda bahwa perusahaan memiliki sesuatu keunggulan kompetitif untuk jangka panjang. EPS yang konsisten ini menunjukkan bahwa perusahaan menjual sebuah produk atau banyak produk maupun jasa yang tidak membutuhkan biaya perubahan proses yang mahal. Perusahaan dengan EPS seperti ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kemampuan secara ekonomi kuat, baik untuk membuat peningkatan pengeluaran untuk meningkatkan market share dengan iklan ataupun ekspasi perusahaan maupun menggunakan uangnya untuk melakukan buyback sahamnya. 

Kita harus menghindari menginvestasikan uang pada perusahaan seperti ini :

     Tahun          EPS
2014 78
2013 100
2012 -35
2011 112
2010 -160
2009 134
2008 50
2007 175
2006 200
2005 150

EPS pada contoh di atas menunjukkan perusahaan pada industri yang kompetitif. Hal ini ditunjukkan dengan perusahaan yang terkadang untung besar, terkadang merugi. Pada saat Perusahaan untung, menunjukkan bahwa permintaan lebih besar daripada penawaran, tapi dengan meningkatnya permintaan maka perusahaan akan meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan. Dengan meningkatkan supply, maka akan terjadi pergeseran sehingga penawaran akan lebih banyak dari demand, sehingga akan menurunkan harga jual. Harga jatuh sama dengan perusahaan akan merugi sambil menunggu peristiwa selanjutnya, permintaan kembali lebih besar daripada penawaran di pasar. Banyak sekali perusahaan seperti ini, yang menggantungkan nasib dan penentuan harganya kepada pasar, karena tidak memiliki keunggulan kompetitif jangka panjang. 

Nah, sekarang coba kita lihat pada contoh-contoh kita sebelumnya, KLBF

laporan rugi/laba tahun 2010

laporan rugi/laba 2011 - 2013

Dari tahun 2010 - 2013 EPS KLBF :

     Tahun         EPS         EPS
2009 97
2010 137
2011 158 32
2012 37
2013 41

EPS KLBF menunjukkan selalu meningkat dari tahun ke tahun dalam lima tahun kebelakang (2009 - 2013). Untuk tahun 2012 ada aksi korporasi meningkatkan jumlah saham perusahaan (stocksplit, etc) sehingga EPS menurun. EPS menurun karena jumlah saham yang beredar meningkat (pembagi lebih banyak). Mengapa EPS bisa menurun atau meningkat walau laba perusahaan tetap? bagi yang belum membaca postingan saya sebelumnya bisa membacanya terlebih dahulu.

EPS pada contoh KLBF tersebut pada tahun 2012 turun, bukan berarti laba perusahaan menurun, tetapi dikarenakan jumlah saham yang beredar lebih banyak. Hal ini ditunjukkan pada laporan rugi laba 2012 pada contoh di atas bagian tengah, menunjukkan pada tahun 2011 baik pada laporan rugi/laba 2011 (kanan) maupun 2012 (tengah), laba bersihnya tidak berubah. Aksi perusahaan di tahun 2012 yang mengakibatkan jumlah saham yang beredar bertambah mengakibatkan perhitungan EPS tahun 2011 pada laporan rugi/laba 2012 berbeda dengan laporan pada tahun 2011 sendiri.

Apa yang kita cari, EPS yang terus menunjukkan tren meningkat dalam jangka panjang. Apakah KLBF salah satunya? Ingat, kita harus memeriksanya minimal 10 tahun kebelakang. Nah, tugas teman-teman untuk mencari tahu apakah 5 tahun kebelakang dari tahun 2009 KLBF terus menunjukkan konsistensi pertumbuhan EPS? Cari tahu pula apa aksi korporasi tahun 2012 sehingga jumlah sahamnya bertambah?

Analisa atau filter EPS ini hanyalah salah satu dari 7 filter kita terhadap laporan rugi/laba. Kita harus mencari perusahaan yang memenuhi semua filter ini untuk memastikan bahwa perusahaan yang akan kita beli adalah perusahaan yang memiliki telur emas yang akan memberikan gain yang luar biasa pada investasi kita. Setelah 7 filter ini, masih banyak filter lain pada laporan keuangan neraca yang akan segera kita bahas pada kesempatan berikutnya. Stay tune.




Jumat, 28 Agustus 2015

LAPORAN RUGI/LABA (6) - Laba Bersih

Laba/Rugi operasi setelah dikurangkan dengan beban bunga, laba/rugi penjualan aset, maupun biaya lain-lain akan menjadi laba/rugi sebelum pajak penghasilan yang setelah dikurangkan pajak penghasilan akan menjadi laba bersih perusahaan pada periode pembuatan laporan keuangan laba/rugi tersebut. Ada beberapa konsep yang dapat dipakai untuk menganalisa laba/rugi bersih perusahaan ini. Mari kita bahas satu persatu

contoh letak laba/rugi bersih pada laporan rugi/laba

Konsep pertama untuk menganalisa laba bersih, apakah perusahaan membukukan laba bersih yang menunjukan tren meningkat secara histori. Laba bersih pada satu tahun tertentu saja tidak menunjukkan sesuatu yang dapat kita analisa. Kita akan lebih tertarik pada perusahaan yang membukukan laba bersih yang konsisten menunjukkan tren meningkat dari satu tahun ke tahun berikutnya. 

Catatan : karena program buyback saham oleh perusahaan, memungkinkan untuk terjadinya perbedaan tren pada hitory laba bersih perusahaan dengan history laba per saham. Buyback saham yang dilakukan perusahaan akan meningkatkan laba per saham karena mengurangi jumlah saham yang beredar. Jumlah saham yang beredar berkurang akan mengurangi pembagi dalam menghitung laba per saham, sehingga laba per sahamnya akan meningkat walau mungkin dalam kondisi laba bersih perusahaan tidak meningkat pada tahun itu. Bahkan jika ingin ekstrem, laba bersih pada tahun tersebut sebenarnya turun, tetapi karena ada buyback laba per saham menjadi meningkat.

Sehingga walau banyak analis finansial menggunakan laba per saham, kita tetap harus melihat pada laba bersih untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Rasio laba bersih dibandingkan dengan total penjualan adalah hal yang akan kita amati berikutnya. Perusahaan pemenang akan membukukan rasio yang lebih baik daripada kompetitor pada industrinya. Jika anda diberikan pilihan, mau memilih perusahaan dengan laba bersih 2 Milyar Rupiah dari total penjualan 10 Milyar Rupiah atau perusahaan dengan laba bersih 5 Milyar Rupiah dari total penjualan 100 Milyar Rupiah? Saya akan lebih memilik perusahaan pertama. Karena perusahaan ini membukuan laba bersih 20% dari angka penjualan, sedangkan perusahaan kedua membukukan 5% saja. Itulah mengapa pada pembahasan pertama mengenai total penjualan saya pernah mengatakan tidak banyak yang dapat diartikan dari sebuah total penjualan, sebesar apapun penjualannya. Rasio laba bersih terhadap total penjualan lah yang dapat memberitahukan kita lebih mengenai ekonomi dari bisnis tersebut.

Coca-Cola memiliki rasio laba bersih terhadap total penjualan sebesar 20%, Moodys 31% yang menunjukan perusahaan-perusahaan ini superior. Perusahaan penerbangan Southwest Airlines, yang konsisten membukukan profit, hanya memiliki rasio 7%, yang merefleksikan bahwa bisnis ini merupakan industri yang sangat kompetitif. Bagaimana dengan perusahaan biasa-biasa saja? GM pada tahun-tahun baik (sewaktu mereka tidak rugi, walau jarang) hanya membukukan 3%. 

Filter sederhana kita terhadap laba bersih perusahaan adalah membukukan secara konsisten rasio laba bersih terhadap total penjualan lebih besar dari 20%. Tentu ada pengecualian terhadap industri tertentu. Kita juga harus membandingkan dengan perusahaan sejenis pada industri yang sama untuk mengetahui berapa rasio rata-rata industri itu. Hanya perusahaan seperti ini yang akan masuk dalam watchlist kita untuk menunggu kapan bursa akan memberikan harga yang wajar untuk kita beli. Harga yang wajar bukan berarti menunggu market krisis atau crash. Kita akan memperlajari cara menghitungnya nanti.

Pengecualian untuk filter di atas adalah untuk industri bank dan perusahaan finansial. Industri ini jika membukukan rasio laba bersih yang tinggi terhadap total penghasilan menunjukan bahwa perusahaan atau manajemen perusahaan tidak mengindahkan resiko. Jika kita melihat perusahaan finansial atau bank yang menunjukkan rasio ini dengan angka yang luar biasa, dapat mengindikasikan bahwa manajemen perusahaan mengambil resiko yang lebih besar untuk mendapatkan uang mudah dengan memberikan kelonggaran kredit. Karena hanya itulah cara perusahaan pada industri ini untuk mendapatkan uang. Bagaimana menurut Anda perusahaan perbankan atau finansial yang memberikan kredit secara mudah hanya untuk mendapatkan uang sesaat? Tentu tingkat kredit macetnya akan sangat mengkhawatirkan kita jika memegang sahamnya.

Kita coba hitung laba bersih dan rasionya terhadap total pendapatan KLBF seperti pada contoh di atas. Pada postingan sebelumnya kita sudah membahas mengenai mengapa laba penjualan aset dan biaya rupa-rupa kita keluarkan dari perhitungan. Sehingga pada contoh di atas, bagian tersebut saya silang.

Tahun 2012
Laba Operasi = Rp 2.217.760.040.587
Beban Bunga = Rp 7.513.612.249
Laba Sebelum Pajak = Laba Operasi - Beban Bunga = Rp 2.210.246.428.338
Pajak Penghasilan = Rp 532.918.244.560
Laba Bersih = Rp 1.677.328.183.778
Rasio Laba Bersih terhadap Total Penjualan = 12.30%

Tahun 2013
Laba Operasi = Rp 2.548.918.930.790
Beban Bunga = Rp 28.642.082.811
Laba Sebelum Pajak = Laba Operasi - Beban Bunga = Rp 2.520.276.847.979
Pajak Penghasilan = Rp 602.070.267.545
Laba Bersih = Rp 1.918.206.580.434
Rasio Laba Bersih terhadap Total Penjualan = 11.98%

Nah setelah kita menghitung rasio laba bersih 2012 dan 2013, apakah KLBF masih masuk dalam calon saham yang akan kita beli? Untuk konsep pertama, KLBF masuk karena perusahaan membukukan kenaikan laba bersih. Konsistensinya yang harus kita telusuri kembali dalam lima sampai sepuluh tahun kebelakang.
Untuk konsep kedua, rasio laba bersih terhadap total pendapatan tidak sampai 20%. Tugas kita berikutnya untuk memastikan apakah KLBF masih layak atau tidak adalah mencari laporan keuangan perusahaan pada industri sejenis, apakah rasio ini lebih baik? Berapakah rata-rata rasio perusahaan pada industri ini? 

Selamat mencoba. Semoga bermanfaat

Kamis, 27 Agustus 2015

LAPORAN RUGI/LABA (5) - Profit (Loss) Penjualan Aset dan Biaya Lainnya

Ketika perusahaan menjual asetnya (selain inventory produk) maka keuntungan atau kerugian dari penjualan itu akan dicatat pada pos "Laba (Rugi) atas penjualan aset" pada laporan Rugi/Laba. Laba berasal dari selisih harga pada saat penjualan aset dengan harga buku dari aset tersebut. Jika perusahaan memiliki sebuah aset, kendaraan misalnya dengan harga Rp 500.000.000,- dan setelah depresiasi beberapa tahun nilai buku kendaraan menjadi rp 200.000.000,-. Karena kendaraan sudah tidak produktif lagi, perusahaan menjual aset tersebut. Jika kendaraan laku terjual Rp 250.000.000,- maka perusahaan akan mencatatkan laba atas penjualan aset tersebut Rp 50.000.000,-. Sebaliknya jika perusahaan hanya bisa menjual Rp 150.000.000,- maka perusahaan akan mencatatkan kerugian atas pernjualan aset sebesar Rp 50.000.000,-

Pos lainnya atau rupa-rupa mencakup penghasilan atau biaya-biaya non-operasi, pendapatan maupun pengeluaran yang jarang terjadi. Hal-hal yang diluar proses normal bisnis. Bisa berupa perjanjian lisensi, patent, dan lainnya.

Terkadang kejadian tidak berulang ini, baik dari pos laba/rugi penjualan aset maupun perndapatan/biaya lain-lain menambah secara signifikan (angkanya besar) pada laporan rugi/laba. Karena kejadian ini tidak berulang dan jarang, maka kita perlu mengeluarkan pos-pos ini dari perhitungan profit bersih perusahaan agar pencarian kita terhadap perusahaan super tidak bias. Jangan sampai kita hanya melihat bahwa perusahaan pada tahun tersebut profit, ternyata hampir 80% profitnya berasal dari penjualan aset bukan dari operasional perusahaan tersebut. Tentu kita tidak akan membeli perusahaan seperti itu. 

contoh pos laba penjualan aset dan biaya rupa-rupa

Kita sudah hampir selesai membahas mengenai Laporan Rugi/Laba. Pada postingan berikutnya kita akan membahas mengenai Laba Sebelum Pajak, Pajak Penghasilan, dan Net Earnings.

Rabu, 26 Agustus 2015

LAPORAN RUGI/LABA (4) - Laba Operasi dan Beban Bunga

Pada kesempatan sebelumnya kita telah membahas mengenai :

Gross Profit atau laba kotor dikurangkan dengan beban operasi akan menjadi laba operasi. Jika kita menggunakan contoh sebelumnya pada saham KLBF maka laba operasi perusahaan sebagai berikut :
Laba Operasi = Laba Kotor - Beban Operasi (Beban Penjualan, Administrasi dan Umum, R&D)

Tahun 2012 
Laba Operasi = 6.533.433.806.831 - (3.573.502.403.790 + 651.416.535.513 + 90.754.826.941) = Rp 2.217.760.040.587

Tahun 2013
Laba Operasi = 7.679.113.456.058 - (4.230.293.635.075 + 764.512.533.499 + 135.388.356.694) = Rp 2.548.918.930.790

Setelah kita mengetahui laba operasi perusahaan, pada laporan rugi/laba ada beban-beban lainnya yang akan mengurangkan beban operasi ini. Pada postingan kali ini kita akan membahas salah satu beban yang perlu diperhatikan, yaitu beban bunga.
Beban bunga adalah beban yang ditanggung perusahaan untuk membayar bunga hutang atau pinjaman. Hutang akan dicatat perusahaan pada laporan neraca, sedangkan bunganya akan membebani perusahaan dan dicatat pada laporan rugi/laba. Beban bunga ini merupakan beban finansial, bukan beban operasi sehingga kita keluarkan dan tidak digabungkan ke beban operasi. Karena beban ini tidak berhubungan secara langsung dengan proses produksi maupun proses penjualan. Beban bunga bisa merefleksikan total hutang perusahaan. Semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan, semakin besar beban bunga.

Perusahaan dengan beban bunga yang besar bisa dikatakan tergolong kelompok industri yang kompetitif, karena membutuhkan belanja modal yang besar untuk tetap mempertahankan keunggulan kompetitifnya di pasar. Perusahaan yang memiliki outlook jangka panjang yang baik, rasio beban bunga terhadap laba operasinya kecil. Contoh P&G hanya membayar sekitar 7% rata-rata rasio beban bunga dibandingkan dengan laba operasi. Bandingkan dengan perusahaan ban Goodyear yang tergolong industri dengan tingkat kompetisi yang tinggi dan membutuhkan belanja modal besar, menggunakan rata-rata 49% laba operasi hanya untuk membayar beban bunga.

Tetapi industri yang memiliki tingkat kompetisi tinggi tidak berarti tidak ada perusahaan yang berkilau. Beban bunga inilah yang akan menjadi filter kita untuk mencari telur emas dari industri dengan tingkat kompetisi yang tinggi. Contoh perusahaan penerbangan, sebagian besar perusahaan memiliki beban bunga yang besar untuk membeli pesawat. Tetapi perusahaan Southwest Airline, salah satu perusahaan penerbangan yang konsisten menciptakan laba, hanya membebankan sekitar rata-rata 9% laba operasinya untuk membayar beban bunga. Bandingkan dengan kompetitornya United Airlines yang keluar masuk zona kebangkrutan. Beban bunganya terhadap laba operasi mencapai rata-rata 61%. American Airline bahkan menggunakan laba operasi sebanyak 92% hanya untuk membayar beban bunga.

Berapa patokan rasio beban bunga terhadap laba operasi bisa dikatakan rendah? Perusahaan umumnya dapat dikatakan baik jika beban hutangnya hanya 15% dari laba operasinya. Tetapi kita juga harus memperhatikan pada industri apa perusahaan itu bergerak. Karena dari satu industri ke industri lainnya akan memiliki batasan berbeda. Sebagai contoh Bank Wells Fargo yang sahamnya dimiliki Warren Buffett sebanyak 14%, beban bunganya mencapai 30%. Tetapi rasio itu termasuk salah satu rasio terendah dan terbaik jika dibandingkan dengan sesama bank atau industrinya.

Filternya sederhana, pada perusahaan apapun dan industri apapun yang memiliki rasio beban bunga terhadap laba operasi terkecil hampir bisa dikatakan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat membuat perusahaan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Sekarang coba kita cek rasio beban bunga KLBF terhadap laba operasinya.

tahun 2012 : 17.513.612.249 / 2.217.760.040.587 = 0.79%
tahun 2013 : 28.642.082.811 / 2.548.918.930.790 = 1.12%

Dapat kita lihat bahwa KLBF termasuk perusahaan dengan ratio beban bunga yang baik karena < 15%. Nah, tugas teman-teman selanjutnya adalah mencari tahu, pada industri yang sama dengan KLBF berapa ratio beban bunga perusahaan pesaing? Apakah dalam lima sampai sepuluh tahun kebelakang KLBF memiliki rasio beban bunga yang konsisten di angka 0.7 - 1.5 %? Apakah selalu di bawah 15%? Sekali lagi, kita mencari perusahaan yang konsisten, karena kekonsistenannya lah yang akan memberikan pertumbuhan kepada investasi kita. Selamat mencoba dan tunggu postingan berikutnya, kita akan membahas komponen lain dari laporan rugi / laba yang akan membuat kita menemukan telur emas.



Selasa, 25 Agustus 2015

LAPORAN RUGI/LABA (3) - BIAYA OPERASI - Biaya Research and Develpoment + CONTOH KASUS

Salah satu biaya yang termasuk di dalam kelompok biaya operasi yang akan kita gali lebih dalam adalah biaya research and development (R&D). Berikut contoh letak beban R&D pada laporan Rugi/Laba


Beban R&D ini adalah poin penting untuk kita mengetahui apakah sebuah perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat berlangsung jangka panjang. Beberapa contoh keunggulan kompetitif perusahaan dapat dikarenakan paten yang dimiliki perusahaan, atau mungkin teknologi canggih yang dimiliki. Jika keunggulan kompetitif perusahaan dikarenakan adanya patent yang dimiliki perusahaan tersebut, contoh perusahaan farmasi, maka akan ada satu waktu jangka waktu patent tersebut habis dan keunggulan kompetitif yang dimilikinya menghilang begitu saja.

Jika keunggulan kompetitif perusahaan muncul karena teknologi yang ditawarkan, maka akan selalu muncul teknologi terbaru yang akan menggantikannya. Sebagai contoh pernahkah Anda mengetahui berapa harga saham Blackberry tahun 2005 - 2008? Dan berapa harga sahamnya sekarang? di tahun 2007 harga sahamnya pernah mencapai $230 / lembar, dan per hari ini 25/08/2015 harga sahamnya hanya $6.97 / lembar. Keunggulan kompetitif yang dimiliki hari ini di dunia teknologi bisa menjadi usang dan ketinggalan jaman besok!

Perusahaan yang menghabiskan biaya R&D besar, bukan hanya akan membebani perusahaan dari segi pengeluaran R&D nya saja, tetapi perusahaan ini juga akan secara konstan harus menciptakan produk baru yang artinya mereka juga harus melakukan redesign dan update program penjualan,  tools, mesin, yang juga akan meningkatkan beban penjualan serta beban administrasi dan umum. 

Kita lihat contoh MERCK. perusahaan ini mengeluarkan biaya R&D 29% dari laba kotor dan 49% untuk biaya penjualan dan administrasi umum. Secara total, ketiga biaya ini memakan profit kotor sebanyak 78%. Apa yang akan terjadi jika MERCK gagal menemukan dan membuat patent baru yang akan menjadi sumber penghasilan perusahaan berikutnya setelah patent sebelumnya expire?

MOODY'S, perusahaan pemberi rating merupakan salah satu waham favorit WB. Apa alasannya? Karena jika kita lihat, perusahaan ini hanya menghabiskan 25% laba kotor untuk beban penjualan dan beban administrasi umum dan tidak mengeluarkan biaya R&D. Coca-Cola juga tidak memiliki biaya R&D. Perusahaan tanpa patent, tanpa menjual teknologi seperti perusahaan-perusahaan ini akan membuat keunggulan kompetitif perusahaan akan tetap berlangsung dalam waktu yang lama tanpa takut apakah masa berlaku patent akan habis, ataukan apakah teknologi sekarang akan ketinggalan jaman.

Perusahaan dengan biaya R&D yang besar - agar tetap mempertahankan keunggulan kompetitifnya  -bisa kita katakan mempertaruhkan ekonomi jangka panjang perusahaan pada resiko dan ketidakpastian. Jika ada perusahaan dengan masa depan penuh ketidakpastian, apakah kita akan berinvestasi dan menaruh uang kita di sana? Mungkin inilah sebabnya Warren Buffett tidak pernah tergoda untuk membeli perusahaan teknologi.

Untuk contoh kasus saham KLBF di atas, rasio biaya R&D terhadapa laba kotor perusahaan sebagai berikut :

Tahun 2012
Rasio Beban R&D = Beban R&D / Laba Kotor = 90.754.826.941 / 6.533.433.806.831 = 1.39%

Tahun 2013
Rasio Beban R&D = Beban R&D / Laba Kotor = 135.388.356.694 / 7.679.113.456.058 = 1.76%

Perusahaan KLBF hanya menggunakan laba kotor sebesar 1 - 2% untuk R&D.

Semoga penjelasan ini cukup bermanfaat dan dapat dipahami. Karena filter ketiga ini merupakan salah satu poin penting untuk kita menilai apakah perusahaan memiliki keunggulan kompetitif jangka panjang yang akan tetap bertahan lima puluh hingga seratus tahun kedepan dan terus mencetak profit untuk pada shareholdernya.

LAPORAN RUGI/LABA (2) - BIAYA OPERASI - Beban Penjualan, Beban Umum dan Administrasi (CONTOH KASUS)

Disclaimer : Postingan ini tidak bermaksud untuk mengajak pembaca membeli saham yang dicontohkan. Ini hanyalah contoh untuk memperjelas penjabaran pada postingan sebelumnya dengan contoh real. Ingat bahwa setiap investasi memiliki resiko.


Pada contoh kasus kali ini kita tetap menggunakan contoh sebelumnya, KLBF


Tahun 2012
Beban Penjualan = Rp 3.573.502.403.790
Beban Administrasi dan Umum = Rp 651.416.535.513
Rasio Beban Penjualan, Administasi Umum terhadap Gross Profit 
= (3.573.502.403.790 + 651.416.535.513) / 6.533.433.806.831 = 64.67%

Tahun 2013
Beban Penjualan = Rp 4.230.293.635.075
Beban Administrasi dan Umum = Rp 764.512.533.499
Rasio Beban Penjualan, Administasi Umum terhadap Gross Profit 
= (4.230.293.635.075 + 764.512.533.499) / 7.679.113.456.058 = 65.04%

Apa arti dari angka-angka tersebut? Artinya pada tahun 2012 perusahaan KLBF menghabiskan 64.67% dari profit kotornya untuk dibelanjakan pada pos / beban penjualan dan beban administrasi dan umum. Sedangkan pada tahun 2013 perusahaan membelanjakan profit kotornya sebanyak 65.04%. Kedua pos beban ini termasuk beban produktif yang artinya akan mendukung pertumbuhan penjualan perusahaan. Beban penjualan / selling akan memperkuat brand perusahaan, beban administrasi dan umum, khususnya beban gaji pegawai serta management akan menguatkan perusahaan dari dalam. Pertanyaan berikutnya, apakah rasio sebesar itu baik? Apakah itu termasuk perusahaan yang kita cari? Pada postingan sebelumnya kita sudah membahas semakin kecil angka rasio ini semakin baik. Di kisaran angka 30% pada perusahaan umumnya sudah sangat luar biasa. Yang normal dan bisa dikatakan baik adalah 30% - 80%. Jika melihat rasio beban penjualan dan administrasi umum KLBF terhadap laba kotornya, maka kita dapat menganggap perusahaan ini baik dalam pengelolaan beban tersebut. Tetapi akan lebih baik lagi jika kita membandingkan dengan perusahaan sejenis. Berapa rasio beban ini pada perusahaan sejenis? Mari teman-teman cari laporan keuangan perusahaan sejenis untuk mengetahuinya.

Faktor kedua yang perlu kita perhatikan juga adalah, apakah perusahaan menggunakan profit kotornya untuk kedua beban ini teratur dan terencana? Bagaimana kita mengetahui bahwa perusahaan sudah merencanakannya? Hal itu terlihat dari konsistennya besaran rasio beban penjualan dan administrasi umum terhadap laba kotor perusahaan. Pada contoh di atas, kurang lebih perusahaan menghabiskan 65 % profit kotor untuk pos tersebut. Nah, sekarang tugas teman-teman adalah mencari tahu lima sampai sepuluh tahun ke belakang, apakah rasio beban penjualan dan administrasi terhadap laba kotor perusahaan ini konsisten di kisaran 65%? Berlatihlah untuk mencari dan membaca laporan keuangan. Selamat mencoba. Semoga contoh kasus ini lebih memudahkan pemahaman mengenai cara menghitung rasio beban penjualan dan administrasi terhadap laba kotor. Postingan berikutnya, kita akan membedah komponen lain dari Laporan R/L, yaitu beban R&D yang akan membedakan perusahaan mana yang dalam jangka panjang akan bersinar seperti telur emas, ataukah hanya perusahaan biasa-biasa saja. 

Senin, 24 Agustus 2015

BURSA / INDEKS AKAN SELALU KEMBALI NAIK.

Postingan kali ini saya menyadur dari buku berjudul "Profit from the Panic" karangan Adam Khoo, Conrad Alvin Lim dan Ryan Huang. Versi Indonesianya dapat dibeli di toko-toko buku terdekat. Mengapa saya menyadur bagian buku ini kali ini? Karena di dalam buku tersebut ada penjelasan mengapa bursa akan selalu kembali naik setelah adanya crash atau krisis, dan ini adalah kesempatan besar untuk kita sebagai value investor untuk masuk ke bursa dan membeli saham perusahaan super yang kita incar. Berikut petikan isi buku itu :

Anda dapat melihat bahwa dalam jangka waktu pendek, bursa saham bergerak sangat cepat seperti permainan rollercoaster. Setiap kali bursa bergerak naik, pasti akan turun kembali. Setiap kali bursa turun, pasti akan kembali naik. 

Namun yang paling penting untuk diingat adalah dalam jangka waktu panjang, bursa akan selalu naik. Dalam 50 tahun terakhir, bursa Amerika telah menghasilkan pendapatan tahunan gabungan sebesar 12.08% dengan deviden yang diinvestasikan lagi.

Orang-orang sering bertanya bila bursa sudah merangkak naik dengan stabil setelah sekian lama, apakah kita masih bisa mengharapkannya untuk terus naik? Jawabannya adalah YA! Kenapa bisa terus naik? Ada tiga alasan :

Inflasi
Peningkatan biaya hidup yang tak terhindarkan akan memastikan kenaikan harga barang-barang dan jasa. Pendapatan perusahaan pun akan ikut naik dalam hitungan dollar. Hal ini akan tercermin dalam harga saham mereka (yang berkontribusi pada nilai indeks, yang kemudian juga ikut naik)

Peningkatan Permintaan
Permintaan atas barang dan jasa akan lebih banyak, sebagain berkat peningkatan pertumbuhan populasi dunia dan negara yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini terutama dipicu oleh negara-negara berkembang, seperti China, India, dan negara Asia lainnya. Semakin banyak orang yang membeli hamburger, komputer, obat-obatan, berarti pendapatan, keuntungan, nilai bersih perusahaan yang bersangkutan akan naik - bersamaan dengan harga saham mereka.

Struktur Indeks
Indeks hanya berisikan perusahaan-perusahaan terbaik. Bila ada di antara mereka yang tidak berkinerja dengan baik, mereka akan ditendang keluar dan digantikan dengan perusahaan yang berkinerja lebih baik. Misalnya indeks Dow Jones pada bulan Oktober 2008m perusahaan asuransi AIG dikeluarkan dan digantikan oleh perusahaan makanan dan minuman raksasa Kraft.
Pada kenyataannya, bila Anda membandingkan 25 tahun pertama (1957 - 1982) dengan 25 tahun kedua (1982 - 2007), Anda akan melihat bahwa tren naik menjadi lebih curam. Hal ini berarti bursa saham bertumbuh semakin cepat. Alasan dari fenomena ini adalah teknologi dan globalisasi. Dulu pada tahun 1950an, sebuah perusahaan butuh 10 hingga 20 tahun untuk mendapatkan keuntungan miliaran dollar. Kini sebuah perusahaan seperti Google meraih keuntungan yang sama hanya kurang dari lima tahun.

Jadi, setelah mengetahui semua ini, strategi apa yang dapat kita gunakan untuk menghasilkan keuangan secara konsisten dan menguntungkan dari bursa?

LAPORAN RUGI/LABA (2) - BIAYA OPERASI - Beban Penjualan, Beban Umum dan Administrasi

Pada laporan rugi/laba, tepat setelah rugi/laba kotor adalah grup biaya operasi. Yang termasuk di dalam grup ini adalah biaya R&D, biaya marketing dan selling, biaya administrasi, biaya gaji pegawai, biaya overhead, depresiasi, amortisasi, dan biaya lainnya di luar biaya langsung produksi / HPP. Total dari semua biaya ini akan mengurangkan rugi / laba kotor perusahaan sehingga diperoleh Rugi / Laba operasi.

Contoh Laporan R/L - Grup Biaya Operasi

Kali ini kita akan membahas terlebih dahulu Beban Penjualan dan Beban Umum Administrasi dari grup Beban Operasi. Beban R&D, beban bunga, dan beban lainnya dalam grup beban operasi ini akan kita bahas pada kesempatan berikutnya.

Beban penjualan adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penjualan, baik penjualan langsung maupun penjualan tidak langsung. Contohnya adalah biaya iklan, komisi penjualan langsung, dan sebagainya. Sedangkan biaya administasi dan umum meliputi biaya-biaya untuk operasi perusahaan secara umum seperti gaji manajemen, biaya perjalanan, biaya legal, gaji pegawai, dan sebagainya.

Perusahaan seperti Coca-Cola menghabiskan miliaran dollar untuk biaya penjualan dan biaya administrasi umum ini. Pengeluaran ini memberikan dampak yang baik untuk semua stakeholder perusahaan. Jika dibuat perbandingan terhadap gross profit / laba kotor, Coca-Cola secara konsisten menghabiskan rata-rata 50 - 60% untuk pos pengeluaran ini. P&G konsisten menghabiskan sekitar 55 - 65 %. Konsisten adalah kata kuncinya. 

Perusahaan yang tidak memiliki keunggulan kompetitif akan selalu berkompetisi dan menunjukan variasi yang lebar pada pos pengeluaran ini. Contoh, GM menghasbiskan 28 - 83% dari gross profit untuk pos ini. Ford membelanjakan 89% - 780% untuk pengeluaran ini dalam 5 tahun kebelakang yang mana menunjukan perusahaan ini menghabiskan uang secara GILA. Apa yang akan terjadi jika penjualan perusahaan menurun, yang artinya pendapatan perusahaan menurun tetapi biaya penjualan, administrasi dan umumnya tetap? Jika perusahaan tidak dapat menurunkan biaya ini dengan cukup cepat, maka ini akan mulai memakan keuntungan perusahaan.

Filter kita yang kedua untuk mencari telur emas adalah mencari perusahaan yang memiliki pengeluaran pada pos beban penjualan dan beban administrasi umum yang rendah. Semakin rendah semakin baik. Kategori rendah jika dibandingkan dengan laba kotor perusahaan. Selain rendah, tentu saja harus konsisten. Untuk perusahaan secara umum, beban ini jika dibawah 30% sudah sangat fantastis. Rata-rata perusahaan yang baik akan menghabiskan sekitar 30 - 80% gross profitnya untuk biaya penjualan dan administrasi umum ini. Jika beban pernjualan dan administrasi umum mendekati 100%, maka perusahaan itu berada pada industri yang memiliki tingkat persaingan yang tinggi.

Tetapi ada juga perusahaan yang memiliki beban penjualan, beban administrasi dan umum yang kecil tetapi dalam jangka panjang ternyata tidak menguntungkan. Contoh Intel. Perusahaan ini punya ration kecil pada beban pos ini, tetapi mereka memiliki beban yang sangat besar untuk Beban Research and Development (R&D) sehingga membuat perusahaan ini dalam jangka panjang hanya menjadi perusahaan rata-rata. Mengapa demikian? Karena jika Intel berhenti melakukan riset dan pengembangan, maka produk mereka akan menjadi produk yang ketinggalan jaman dalam 10 tahun kemudian dan mungkin akan hilang. Mereka harus terus melakukan pembaharuan produk secara berkala, sehingga beban riset dan pengembangan ini menjadi besar rationya terhadap profit kotor. Besarnya biaya R&D ini juga biasanya sebanding dengan besarnya beban bunga / hutang atau pengeluaran modal. Karena perusahaan harus terus mengupdate proses produksinya dan melakukan perubahan mesin pabrik. Pos Beban R&D ini akan kita bahas pada pembahasan berikutnya, jadi tunggu saja postingan saya berikutnya. 





LAPORAN RUGI/LABA (1) Penghasilan, HPP, Gross Profit Margin (CONTOH KASUS)

Disclaimer : Postingan ini tidak bermaksud untuk mengajak pembaca membeli saham yang dicontohkan. Ini hanyalah contoh untuk memperjelas penjabaran pada postingan sebelumnya dengan contoh real. Ingat bahwa setiap investasi memiliki resiko.

Kita telah mengetahui filter pertama untuk mencari telur emas / perusahaan super yang akan membuat kita menjadi kaya dalam jangka panjang adalah perusahaan dengan Gross Profit Margin yang besar dan konsisten. Bagi yang belum membaca postingan saya sebelumya, silahkan baca dulu artikel berikut sebelum melanjutkan membaca artikel ini. Maka yang harus kita lakukan adalah mencari perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut.

Berikut contoh menghitung gross profit margin dari laporan keuangan Rugi/Laba. Pada contoh ini kita menggunakan Laporan Rugi/Laba PT. Kalbe Farma Tbk tahun 2013.


Gross Profit Margin = Laba Bruto / Total Penjualan
GPM KLBF tahun 2012 = 6.533.433.806.831 / 13.636.405.178.957 = 47.91%
GPM KLBF tahun 2013 = 7.679.113.456.058 / 16.002.131.057.048 = 47.99%

Dari data di atas, kita mendapatkan informasi bahwa PT. Kalbe Farma Tbk memiliki profit margin sekitar 47 - 48% per tahun. Untuk perusahaan secara umum, profit margin sebesar ini sudah bisa dikatakan baik. Ingat, perusahaan super yang kita cari harus memiliki kemampuan untuk menentukan sendiri berapa harga jualnya tanpa harus bersaing menurunkan harga jualnya. Perusahaan tersebut haruslah memiliki keunggulan kompetitif, sehingga berapapun harga yang ditetapkan perusahaan untuk menjual barang atau jasanya, customer tetap akan membelinya. 

Selain memiliki gross profit margin yang besar, syarat kedua filter awal ini adalah konsistensi. Nah, sekarang tugas teman-teman adalah mencari tahu lima sampai sepuluh tahun ke belakang, apakah gross profit margin perusahaan ini konsisten di kisaran 47%? Berlatihlah untuk mencari dan membaca laporan keuangan. Selamat mencoba. Semoga contoh kasus ini lebih memudahkan pemahaman mengenai cara menghitung gross profit margin. Postingan berikutnya, kita akan membedah komponen lain dari Laporan R/L.